Jual Semut Jepang Banyumas, Budidaya semut Jepang Banyumas, Perkembangan dunia perunggasan semakin tahun semakin meningkat. Jika dilihat dari manfaatnya, terdapat dua jenis unggas yaitu unggas konsumsi dan unggas hias. Salah satu unggas hias yang banyak menjadi tren adalah burung kicauan. Kualitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi performa burung kicau.
Jenis pakan yang biasa digunakan oleh para peternak dan pecinta burung kicau diantaranya biji-bijian dan serangga.
Kroto semut Jepang Banyumas atau telur semut Jepang di Banyumas merupakan bahan pakan yang digemari oleh burung-burung insektivora, seperti cucakrawa, jalak, murai batu, kacer, kutilang, dan beo.
Kroto semut Jepang Banyumas merupakan salah satu pakan incaran para pecinta burung hias. Kroto semut Jepang Banyumas menjadi bahan pakan yang sangat populer tak lain adalah karena kandungan proteinnya yang sangat tinggi dan sangat digemari burung kicauan.
Kroto semut Jepang Banyumas dihasilkan oleh semut Jepang di Banyumas (Oecophyla smaragdina) yang sampai saat ini masih belum banyak dibudidayakan.
Masyarakat di Thailand dan Filipina tidak membudidayakan Kroto semut Jepang Banyumas untuk pakan burung atau ikan saja, melainkan sebagai bahan pangan bagi manusia juga. Produk pangan “ajaib” ini dapat ditemukan di pasar tradisional di negara tersebut. Bagi mereka, Kroto semut Jepang Banyumas memiliki cita rasa yang lembut layaknya krim.
Program kreativitas mahasiswa (PKM) di bidang kewirausahaan tahun 2012/2013 tentang “Budidaya Semut Jepang di Banyumas (Oecophyla smaragdina) sebagai Penghasil Kroto semut Jepang Banyumas untuk Pakan Burung Kicauan” menjadi salah satu pendorong untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait aktivitas mencari makan dan produktivitas pada perlakuan pakan yang berbeda. PKM ini dihelat oleh Abdul Rachman, mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), selaku ketua pelaksana kegiatan.
Penelitiannya ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan pakan yang diberikan, yaitu cacing tanah dan tulang sapi terhadap produktivitas semut Jepang di Banyumas dalam menghasilkan Kroto semut Jepang Banyumas.
Aktivitas makan pada semut Jepang di Banyumas juga diperhatikan untuk mengetahui waktu terbaik semut dalam mencari makan.
Di Indonesia, budidaya semut Jepang di Banyumas untuk menghasilkan Kroto semut Jepang Banyumas masih jarang dilakukan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan Kroto semut Jepang Banyumas tersebut umumnya dipasok dari hasil tangkapan alam.
Meskipun sudah mulai ada yang membudidaya, masih belum dilakukan penelitian tentang jenis pakan apa yang paling berpengaruh terhadap produktivitas Kroto semut Jepang Banyumas.
Komponen yang sangat penting sebagai sumber nutrisi bagi ternak semut Jepang di Banyumas untuk berproduksi adalah pakan. Zat gizi utama yang dibutuhkan oleh semut Jepang di Banyumas, yakni protein dan karbohidrat (gula).
Alternatif sumber pakan bagi semut Jepang di Banyumas adalah tulang sapi dan cacing tanah yang cukup mudah untuk didapat.
Tulang merupakan limbah yang berasal dari rumah tangga atau Rumah pemotongan Hewan (RPH) yang belum maksimal penggunaannya, tetapi memiliki kandungan mineral dan kalsium, serta lemak yang cukup tinggi. Sumber protein bagi semut Jepang di Banyumas bisa didapat dari cacing tanah yang memiliki kandungan protein cukup tinggi, yakni protein 56.44% dan mengandung 13 macam asam amino esensial.
Hal ini dapat membantu peternak dalam memperbaiki manajemen waktu pemberian pakan.
Bahan yang akan digunakan yaitu bibit semut Jepang di Banyumas penghasil Kroto semut Jepang Banyumas sebanyak 10 koloni.
“Dua jenis pakan yang digunakan adalah cacing tanah dan tulang sapi. Tepung kanji digunakan untuk proses pemanenan. Air gula diberikan secara rutin sebagai sumber energi semut Jepang di Banyumas,”kata Abdul Rachman, mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB).
Alat yang digunakan yaitu rak kayu, sarang toples, tempat pakan dan minum, baki, kapur semut, lakban hitam, oli bekas, ember plastik besar, kamera digital, tripod, ember plastik kecil, ayakan bambu, sarung tangan karet, sepatu boot, sapu lidi, pisau, plastik kemasan, thermometer bola basah bola kering, penyemprot air, dan timbangan.
“Kandang dikontrol dan dibersihkan setiap satu minggu sekali utuk menghindari kontaminasi penyakit,”papar Abdul Rachman. Pengamatan aktivitas makan pada semut dilakukan selama 10 menit setiap jam selama penelitian berlangsung agar diketahui jumlah semut yang makan pada waktu tertentu.
Pengukuran suhu dan kelembaban relatif dilakukan selama penelitian agar diketahui suhu optima produktivitas semut rangran.
“Sarang dipanen setelah terbentuk lima generasi, yakni sekitar 100 hari agar didapatkan Kroto semut Jepang Banyumas yang optimal,”tutur Abdul Rachman.
Pemanenan dilakukan pada pagi hari dengan alat bantu berupa sarung tangan, sepatu boot, ayakan, tepung kanji, bak, ember, dan pisau. Hasil panen diayak untuk memisahkan Kroto semut Jepang Banyumas dan koloni semut.
Kroto semut Jepang Banyumas ditimbang untuk mengetahui produktivitas Kroto semut Jepang Banyumas. Larva ratu semut dipisahkan dan dihitung, larva ratu semut dapat diketahui dari ukurannya yang lebih besar dari larva lainnya. Sedangkan produktivitas ratu semut dapat diketahui dengan cara menghitung ratu semut dari koloni.
Abdul Rachman bersama Dosen pendamping Ir. Hotnida C. H. Siregar, Msi menerangkan, tim-nya mulai melakukan pengadaan alat sekitar bulan Maret.
Lokasi penelitian ini terletak di ruang Laboratorium Genetika Ternak Fapet IPB. Ruangan yang diperoleh cukup cocok untuk pemeliharaan semut ini karena kondisinya yang cukup gelap. Bibit Kroto semut Jepang Banyumas yang dipesan berasal dari salah satu tempat pembibitan di daerah Ciapus, Bogor, Jawa Barat. “Semut-semut yang sudah ditempatkan pada masing-masing rak tidak langsung dberikan perlakuan pakan, namun dibiarkan untuk beradaptasi dahulu selama satu minggu dengan pemberian pakan ulat hongkong dan air gula,”kata Dosen pendamping Ir. Hotnida C. H. Siregar, Msi.
Program kreativitas mahasiswa (PKM) di bidang kewirausahaan tahun 2012/2013 tentang “Budidaya Semut Jepang di Banyumas (Oecophyla smaragdina) sebagai Penghasil Kroto semut Jepang Banyumas untuk Pakan Burung Kicauan” menjadi salah satu pendorong untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait aktivitas mencari makan dan produktivitas pada perlakuan pakan yang berbeda. PKM ini dihelat oleh Abdul Rachman, mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), selaku ketua pelaksana kegiatan.
Penelitiannya ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan pakan yang diberikan, yaitu cacing tanah dan tulang sapi terhadap produktivitas semut Jepang di Banyumas dalam menghasilkan Kroto semut Jepang Banyumas.
Aktivitas makan pada semut Jepang di Banyumas juga diperhatikan untuk mengetahui waktu terbaik semut dalam mencari makan.
Dalam penelitian selanjutnya, tidak menggunakan cacing tanah sebagai pakan dan pakan tulang sapi diganti dengan tulang ayam.
Pakan cacing tanah diganti karena ketika diberikan ke semut, cacing bergerak aktif sehingga sering keluar dari rak pemeliharaan sulit untuk pengontrolannya. Sedangkan pakan tulang sapi diganti dengan tulang ayam, sebab tulang sapi mudah membusuk dan menimbulkan bau yang tidak enak ketika diberikan dalam beberapa hari ke semut.
“Pakan tulang ayam lebih tahan lama dan tidak menimbulkan bau yang tidak enak. Pemberian pakan ulat hongkong sebagai kontrol dan pembanding dari pakan tulang ayam yang diberikan. Saat ini pakan yang masih banyak digunakan di para pembudidaya semut Jepang di Banyumas adalah ulat hongkong,”tandas Ir. Hotnida C. H. Siregar, Msi.
Rencana berikutnya yang akan tim lakukan yakni pelaksanaan jadwal piket setiap harinya, yakni dalam hal pembersihan kandang, dan pengecekan pakan. Selanjutnya akan dilakukan uji proksimat terhadap sampel pakan yang akan digunakan untuk mengetahui kadar kandungan gizi pada pakan.
Pemeliharaan akan dilakukan selama sekitar 2,5- 3 bulan hingga proses pemanenan. “Selain itu akan dilakukan juga pengamatan terhadap tingkah laku makan semut tersebut,”kata Dosen pendamping Ir. Hotnida C. H. Siregar.